PERKEMBANGAN POLITIK INDONESIA: RIS
HINGGA KEMBALI KE UUD (1949-1959
A. Pendahuluan
Kehidupan
politik di Indonesia telah mengalami perkembangan-perkembangan dan
perubahan-perubahan sehingga menjadi suatu sistem atau tatanan politik seperti
sekarang ini. Perkembangan-perkembangan yang terjadi pada masa lampau telah
memberi warna tersendiri pada masa sekarang. Indonesia yang notabennya adalah
sebuah Negara Kesatuan pernah menjadi sebuah Negara Bagian yang disebut dengan Republik
Indonesia Serikat (RIS). Hal ini tentu tidak cocok dengan ideologi persatuan
yang dianut di Indonesia. Sehingga kehidupan politik di Indonesia terus
berkembang.
Selain
itu,perkembangan politik dari masa ke masa telah mempengaruhi kehidupan berpolitik
di masa kini. Sudah banyak pula peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lampau
yang menentukan banyaknya partai politik yang sekarang berdiri di Indonesia
ini. Maka dari itu,tidak ada salahnya kita mempelajari sejarah politik yang
terjadi di Indonesia.Dalam artikel ini
akan dijelaskan mengengai peristiwa apa saja
yang mewarnai perpolitkan Indonesia dalam kurun waktu tersebut. Selain itu,
juga akan dibahas bagaimana perkembangan politik dalam masa UUDS hingga kembali
lagi ke UUD 1945.
B. MunculnyaPartaiPolitik di Indonesia
Diumumkannya
pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak tanggal 15 Agustus 1950,
era Republik Indonesia Serikat yang mempraktikan sistem federal pun berakhir.
Hal ini menandai bahwa Indonesia kembali lagi ke dalam Undang-undang Dasar
Negara. Dalam hal ini tentu dilakukan pula sistem politik di Indonesia. Lembaga
tinggi negara ini adalah bagian dari supra struktur politik,khususnya yang
menyangkut eksekutif,legislatif,dan
yudikatif.
Jika
diperhatikan perkembangan kehidupan politik di Indonesia,maka akan diketahui
pengalaman berpartai belumlah terlalu lama. Pada masa Hindia-Belanda,kaum
pergerakan mendirikan sejumlah partai yang dipakai sebagai sarana untuk
pendidikan politik. Sebelum tahun 1930,kehidupan kepartaian dapat dicirikan
sebagai radikal dan konservatif.[1]Pada
awal proklamasi,PanitiaPersiapanKemerdekaan
Indonesia (PPKI)
merencanakan membentuk partai tunggal yaitu Partai Nasional Indonesia. Partai
tunggal ini akhirnya terwujud antara lain karena KNIP mampu mengorganisir massa
untuk membela eksistensi proklamasi.
Penentangan
terhadap gagasan partai tunggal diperlihatkan dengan usulan politik Badan
Pekerja KNIP kepada wakil presiden. Pemerintah merealisasi usulan Badan Pekerja
ini melalui maklumat wakil presiden tanggal 3 November 1945.[2]
Sejak saat itu bermuncullanlah partai politik yang jumlahnya sangat banyak.
Indonesia kini menganut sistem multipartai. Jika melihat jumlah sistem partai
yang diwakili dalam parlemen,sekurang-kurangnya terdapat 27 partai,diantaranya;
a. Masyumi
b. Partai
Syarikat Islam Indonesia
c. Partai
Wanita Rakyat
d. Partai
Buruh
e. Partai
Komunis Indonesia
f. Partai
Nasional Indonesia
g. Persatuan
Indonesia Raya
dan
masih banyak partai-partai politik yang muncul pada masa ini.[3]
Namun apabila memperhatikan ideologi yang dianut partai akan terlihat
partai-partai tersebut berlandaskan ideologi yang berbeda-beda ideologi keagamaan,kebangsaan,marxsisme.
Hampir semua partai memiliki sifat partai massa.
Ketajaman
sistem kepartaian pada tahun 1950-an sedikit berbeda dengan apa yang terjadi
pada periode revolusi.[4]
Pada masa revolusi terlihat partai politik memiliki fungsi baru. Kehidupan
kepartaian diusahakan menjadi modern,kesadaran politik meningkat. Masyarakat
mulai melihat bahwa melalui partai politik memungkinkan mereka dapat mengikuti
arus mobilitas sosial. Kehidupan kepartaian juga memasuki dunia pegawai negeri.[5]Mereka
sebagian besar memutuskan memasuki salah satu partai politik.
C.
Kabinet- kabinet
yang berkembang
Setelah
berakhirnya RIS,sampai tahun 1957,terdapat sejumlah kabinet yang memerintah
NKRI dengan berdasarkan Undang-undang Dasar 1950. Kabinet-kabinet itu adalah
Kabinet Natsir, Kabinet Sukiman, Kabinet Wilopo,Kabinet Ali Sastroamidjodjo,Kabinet
Burhanuddin,dan Kabinet Ali II. Keenam kabinet tersebut terbentuk dari partai
politik.[6]
Sejak
berakhirnya Kabinet Wilopo dan menjelang
terbentuknya Kabinet Ali,kehidupan politik di Indonesia mengalami masa
terpanjang krisis kabinet. Antara tahun 1950-1955,partai politik yang paling
menentukan dalam pembentukan satu kabinet adalah Masyumi dan PNI. Dalam periode
ini permainan politik dalam menyalurkan ambisi teman separtai untuk mendudukitempat-tempat
tertentu dalam kabinet. Suara semacam itu bukan hanya terdengar di ruangan
parlemen,namun bocor hingga ke luar. Maka yang terjadi adalah perang tulisan.
Kebebasan pers pada periode itu memungkinkan masyarakat mengetahui keadaan
politik secara mendalam.
Problema
yang dihadapi masing-masing kabinet memang berbeda dan begitu penyebab-penyebab
kejatuhannya. Kabinet Natsir di samping menghadapi sisa-sisa persoalan periode
revolusi juga menghadapi rekan PNI dalam persoalan kompetisi komposisi keanggotaan
dewan. Sukiman yang mampu mempertemukan Masyumi dan PNI dalam satu kabinet
koalisi menghadapi persoalan berat sebagai akibat kebijakan Menteri Luar Negeri
yang dianggap sudah keluar dari politik luar negeri bebas aktif. Sementara
Wilopo terjepit antara persoalan
Angkatan Darat sebagai akibat peristiwa 17 Oktober 1952.[7]
Burhanuddin Harahap yang menemukan cara terbaik dengan meminta angkatan darat
mengusulkan calon pimpinan mereka dengan kententuan dan kriteria mereka sendiri.
Dalam
periode 1950-1959,yakni pada masa berlakunya Undang- Undang Dasar 1950
ditemukan dua periode badan perwakilan. Pertama adalah sejak diumumkan NKRI
sampai dengan 26 Maret 1956 ketika anggota DPR hasil pemilu 1955 mulai bekerja.
Kedua adalah periode 26 Maret 1956-22 Juli 1959,yakni masa kerja DPR hasil
pemilu 1955. DPR hasil pemilu 1955 ini sebetulnya bekerja menurut ketentuan dua
Undang- undang dasar sampai dengan 5 Juli 1959 sampai DPR tahun 1960,ia bekerja
di bawah payung UUD 1945[8].
Perbedaan
pemaikaian Undang-undang ini menyebabkan perbedaan fumgsi legislatif. Fungsi
pertama yang dimiliki DPR negara kesatuan adalah kekuasaan perundangan yang
dilakukan bersama dengan pemerintah. Fungsi kedua yang dimiliki DPR kesatuan
adalah pengawasan. Anggota DPR negara kesatuan Presiden,berasal dari mantan
anggota DPR-RIS,senat RIS,mantan anggota Badan Pekerja KNIP,dan mantan anggota
DPA RI Yogyakarta. Para anggota perlemen,selain dikelompokkan ke dalam fraksi
dengan dasar pengakuan anggota pada partai yang diwakilinya,juga dikelompokkan
ke dalam seksi-seksi,yakni:
a. Seksi
A: perekonomian
b. Seksi B: keuangan
c. Seksi
C: pertanian dan agraria
d. Seksi
D: pekerjaan umum dan perhubungan
e. Seksi
E: PP,agama,dan kesehatan
f. Seksi
F : perburuhan,urusan
pegawai,dan sosial
g. Seksi
G: dalam negeri dan penerangan
h. Seksi
H: kehakiman
i.
Seksi I : pertahanan
j.
Seksi J : luar negeri[9]
Jumlah
seksi tersebut tidak sama dengan jumlah menteri dalam kabinet Natsir. Situasi
yang sama juga terjadi pada periode kabinet berikutnya. Di samping jumlah kementrian
mengalami perubahan seksi-seksi di parlemen juga mengadakan penyesuaian. Bahkan
selain dikelompokkan pula dalam bagian-bagian.
Dari
periode masa kerja dewan perwakilan rakyat dalam masa konstitusi UUDS 1950
terlihat bahwa dewan ini cukup efektif melaksanakan hak-haknya. Walaupun tidak
satupun kabinet dalam periode 1950-1957 yang jatuh karena mosi tidak percaya DPR,namun fungsi
perundangan dan pengawasan DPRS sangat terasa. Natsir menyerahkan mandatnya
kepada presiden. Kabinet Sukiman menghadapi usul-usul interpelasi Mr. Djodi
Gondokusumo tentang Mutual Security Act. Wilopo menghadapi mosi Sidik Kertapati
mengenai kebijaksanaan Mendagri tentang pengusiran paksa penduduk yang mendiami
bekas tanah perkebunan asing di Tanjung Morawa. Ali Sastroamidjodjo menghadapi
mosi tidak percaya Baharuddin yang mempersoalkan kebijakan menteri pertahanan
Iwa Kusuma Sumantri,mengenai pencalonan Kasad lowong yang ditinggal Kol.A.H
Nasution.Lain halnya dengan Kabinet Burhanuddin Harahap yang melaksanakan
pemilu 1955,dengan selesainya pemilu,tugas kabinet pun selesai. Dapat
disimpulkan bahwa tidak satupun Kabinet yang dijatuhkan oleh DPR walaupun DPR
sangat aktif melakukan fungsinya terhadap pemerintah.
Dalam
masa selanjutnya perkembangan politik di indonesia mengalami suatu gejolak
politik dimana terjadi pertikaian antara PKI dengan TNI/AD yang menunjukkan
warna dan corak tertentu pada perjalanan politik di Indonesia.[10]
PKI dengan segala kemampuan agitasi dan membentuk kekuatan berbasis pedesaan. Sementara
TNI/AD dengan jaringan organisasinya membina hubungan dengan kekuatan partai
non sosial dan bagian-bagian tertentu di dalam masyarakat.
D.
KemunduranPartaiPolitik
Peran
dan kedudukan partai politik mengalami kemerosotan. Kemerosotan itu dilatar
belakangi oleh faktor dalam,yakni berupa pertikaian tentang pelaksanaan program
dalam menjalankan pemerintahan.[11]Selanjutnya
kehidupan politik di Indonesia pada masa transisi mengalami suatu perkembangan
politik dalam masa ini adalah peran,kedudukan,hakdan kewajiban Konstituante
sebagai lembaga pembuatan UUD dan perdebatan tentang dasar negara yang berkepanjangan.
Di samping itu,adanya keadaan darurat perang telah dimanfaatkan pihak militer
untuk terlibat lebih dalam pada akhir-akhir persidangan mengenai pembuatan UUD.
Selain persoalan-persoalan internal yang dihadapi partai politik,masalah
ekonomi juga mulai menunjukkan ketidakstabilan. Hal ini sudah menjadi perhatian
sejak dipersoalkannya bantuan berupa kredit dari Bank di Amerika Serikat. Hal
ini semakin serius ketika telah dibuka hubungan diploma dengan Uni Soviet dan
RRC.
Kepentingan
Nasional berupa perjuangan pengembalian Irian Barat menjadikan keperluan akan
bantuan ekonomi merubah politik luar negeri yang semula bebas aktif condong ke
Barat,menjadi condong ke Timur. Bantuan Uni Soviet yang cukup besar dalam
perebutan kembali Irian Barat menjadikan negara tersebut berpengaruh kuat di
permulaan masa demokrasi terpimpin. Akhir perjalanan politik dan pemerintahan
terpimpin terlihat dengan adanya peristiwa G 30 S/PKI. Dengan demikian
berakhirlah suatu model, selain model parlemen sebelumnya. Dalam usaha
pembuktian dari pemikiran seorang tokoh nasional Indonesia,Soekarno. Dan
berakhir pulalah kehidupan politik yang penuh intrik,konflik terselubung,dan
segala macam pemakaian propaganda dalam percaturan politik nasional Indonesia.
E. Simpulan
Seperti telah kita ketahui
sebelumnya perkembangan politik di Inodnesia cukup baik pada awalnya. Dimulai
saat runtuhnya RIS dan kembali lagi ke bentuk Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Dalam masa itu telah muncul banyak partai-partai politik yang
terbentuk atas kepentingan politik para kadernya. Dalam masa ini juga Indonesia
berhasil melaksanakan pemilu yang mencerminkan bahwa Negara Indonesia merupakan
negara demokrasi.
Namun,perjalanan politik Indonesia
tidaklah mulus. Banyak terjadi peristiwa-peristiwa yang menyeratinya.
Konflik-konflik internal di kubu partai politik,hingga kasus tentang perebutan
kembali Irian Barat. Konflik politik memuncak dengan adanya gerakan 30
September yang dilakukan oleh oknum PKI. . Dengan demikian berakhirlah suatu
model,di samping model parlemen sebelumnya. Dalam usaha pembuktian dari
pemikiran seorang tokoh nasional Indonesia,Soekarno. Dan berakhir pulalah
kehidupan politik yang penuh intrik,konflik terselubung,dan segala macam
pemakaian propaganda dalam percaturan politik nasional Indonesia.
Daftar Pustaka
Choilisin, dkk. 2007. Dasar-dasarIlmuPolitik. Yogyakarta: UNY Pers.
Donny GahralAdian, dkk. 2011. Kembalinya Politik Ideologi. Depok: PustakaEmpat Lima.
Wikipedia.com
Zulfikar
Gazalli,dkk. 1999. Sejarah Politik Indonesia.Jakarta:
Depdikbud.
[1] Pada masa pendudukan Jepang,kegiatan
kepartaian dilarang,kecuali MIAI
[3]Partaitabiyahislamiyah, partai Kristen Indonesia, Partai Rakyat
Nasional, PartaiWanita Rakyat, PartaiMurba, Partai Rakyat Marhaen,dan
lain-lain.
[4]Gazali,zulfikar.(1989).
Sejarah Politi Indonesia. Jakarta.hal.9
[5] tidak
terkecuali mereka yang kebetulan sedang menjadi pejabat tinggi,hakim,jaksa dan
sebagainya
[7]Ibid.
[8]Wikipedia.com
[10]Masing-masing
kekuatan tersebut menciptakan jaringan hubungan bagi dukungan kekuatan mereka.
Dengan demikian pertentangan antara keduanya hampir tidak dapat dihindarkan.
[11]Pada
sisi lain,pertiakaian ini juga dilatar belakangi belum mantapnya dasar negara
yang menjadi pedoman bagi kehidupan politik nasional.
0 komentar:
Post a Comment